MAKALAH
MEMOTONG
(CUTTING), MENJAHIT (SEWING), PENYELESAIAN (FINISHING)
PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan YME, atas segala limpahan kesehatan dan
kesempatan yang diberikan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah ini.
Tidak
lupa pula saya menghaturkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Media Pembelajaran, yang telah memberi banyak sekali ilmu, baik dalam
pemilihan materi yang saya sajikan, dan penataan materi di dalam makalah ini.
Saya
sebagai penulis, pun tidak luput dari adanya kesalahan dalam pembuatan makalah
ini, baik dalam penyampaian materi, pemilihan kalimat, ataupun penyusunan
materi. Untuk itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang ditujukan
kepada makalah saya, demi perbaikan kedepannya.
Akhir
kata, saya sebagai penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembaca dan
penyimak makalah ini, yang semoga dapat mengambil manfaat dari pemaparan materi
saya.
Penulis,
Makassar, November 2014
DAFTAR
ISI
Sampul
..................................................................................................................................... 1
Kata
pengantar ........................................................................................................................ 2
Daftar
isi .................................................................................................................................. 3
BAB
1 : Pendahuluan ............................................................................................................. 4
A. Latar
belakang ............................................................................................................. 4
B. Rumusan
masalah ........................................................................................................ 4
C. Tujuan
pembelajaran..................................................................................................... 4
Bab
2 : Isi ................................................................................................................................ 6
A. Menyiapkan
tempat kerja ............................................................................................ 6
B. Menyiapkan
bahan ...................................................................................................... 8
C. Meletakkan
pola di atas bahan .................................................................................... 14
D. Memotong
bahan sesuai pola pakaian ......................................................................... 18
E. Memindahkan
tanda-tanda pola .................................................................................. 26
F. Menjahit
...................................................................................................................... 29
G. Penyelesaian
................................................................................................................ 36
Bab
3: Penutup ........................................................................................................................ 39
A. Kesimpulan
.................................................................................................................. 39
Daftar
pustaka ......................................................................................................................... 40
H.
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Ilmu tata busana adalah suatu ilmu
yang mempelajari bagaimana cara memilih, mengatur dan memperbaiki, dalam hal
ini adalah busana sehingga diperoleh busana yang lebih serasi dan indah.
Diharapkan pengetahuan ini dapat membantu kita atau semua pihak yang
terlibat pada bidang busana untuk lebih memahami ilmu busana secara umum.
Dewasa
ini, banyak sekali pendatang baru dalam dunia tata busana, yang khususnya untuk
mengetahui bagaimana cara membuat pakaian, baik dari usaha perseorangan sampai
yang merambah langsung ke produksi massal atau industry besar.
Makalah
dengan pemilihan materi ini sengaja saya buat agar dapat menjadi pedoman dalam
proses produksi pakaian, baik perseorangan dan produksi massal.
B.
Rumusan
masalah
Dalam
pemilihan materi ini, akan dibahas masalah:
a. Persiapan
tempat kerja yang baik untuk melakukan proses pemotongan, pengguntingan, dan
penyelesaian,
b. Persiapan
rancangan bahan. Mulai dari analisis desain, sampai pemilihan bahan busana
tersebut,
c. Cara
peletakan pola diatas bahan, baik di dalam perencanaan bahan maupun di atas
bahan asli,
d. Pemotongan
bahan sesuai pola,
e. Pemindahan
tanda-tanda pola di atas bahan,
f. Proses
menjahit. Mulai dari persiapan sebelum menjahit, dan beberapa teknik dalam
menjahit, dan
g. Penyelesaian
setelah proses menjahit
C.
Tujuan
pembelajaran
Tujuan
pembelajaran dari materi ini yaitu, agar dapat:
1. Mengidentifikasi
persiapan ruang kerja,
2. Menentukan
desain dan analisisnya,
3.
Memilih,
memeriksa, dan mempertimbangkan bahan,
4. Menganalisis
cara membuat rancangan bahan dan harga,
5. Menggolongkan
peralatan untuk menjahit,
6. Membedakan
alat potong yang digunakan dalam menggunting,
7. Mengidentifikasi tempat dan alat yang akan digunakan dalam
proses pengerjaan busana,
8. Membedakan tanda-tanda pola setelah bahan digunting,
9. Menjelaskan
dan memahami cara penggunaan alat pemberi tanda serta cara pemindahan
tanda-tanda pola, dan
10. Melakukan
proses penyelesaian busana yang telah digunting, sesuai dengan desain.
BAB
2
ISI
MEMOTONG (CUTTING), MENJAHIT
(SEWING), PENYELESAIAN (FINISHING)
A.
Menyiapkan
Tempat Kerja
Tempat
kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu usaha, secara tidak langsung
tempat kerja akan berpengaruh pada kesenangan, kenyamanan dan keselamatan dari
para siswa/pekerja. Keadaan atau suasana yang menyenangkan (comfortable) dan
aman (safe) akan menimbulkan gairah produktivitas kerja.
Menyiapkan
tempat kerja untuk memotong bahan berbeda dengan tempat kerja menjahit dengan
tangan ataupun dengan mesin. Suatu tempat kerja yang diatur teliti dengan
mengingat tertib kerja dan rasa keindahan, akan menyebabkan siswa/pekerja yang
sedang melakukan kegiatan memotong bahan akan
bekerja dengan perasaan senang. Tempat kerja yang dimaksud adalah yang ergonomik dengan
kata lain tempat kerja yang sesuai
dengan kebutuhan. Alat seperti meja
potong, bahan/kain yang akan dipotong dan alat-alat potong lainnya yang
diperlukan disusun sesuai dengan urutan proses kerja dalam menyelesaikan suatu
potongan.
Fasilitas
yang harus disediakan adalah :
1. Ruang
kerja untuk memotong bahan,
2. Almari
tempat bahan dan tempat alat potong,
3. Tempat
khusus untuk menyimpan bahan yang telah dipotong, dan
4. Tempat
sampah/tempat sisa-sisa potongan.
Memotong
bahan dengan menggunakan mesin potong membutuhkan tempat kerja yang berbeda
dengan memotong bahan menggunakan gunting biasa yang dilakukan secara manual. Memotong
bahan dengan gunting biasa tempat yang dibutuhkan cukup dengan menggunakan meja
potong yang sederhana. Sedangkan untuk memotong bahan dengan mesin potong
tempatnya disesuaikan dengan jenis dan besarnya mesin potong yang dipakai.
Biasanya
meja yang digunakan untuk memotong bahan pada produksi massal adalah:
1. Meja
dengan ukuran yang lebih besar. Lebarnya minimal 1,5 m dan panjangya minimal 3
m sesuai dengan besar kecilnya kapasitas produksi, dan
2. Gunting
khusus untuk konveksi (round knife, band knife, double knife, straight knife).
Round
knife band
knife double knife straight knife
Tempat
potong untuk perorangan lebih sederhana dari pada untuk memotong secara massal.
Meja potong untuk perorangan cukup dengan meja berukuran 2 m x 0,8 m. Di
sekolah/workshop tempat bekerja untuk
memotong bahan, lay outnya disesuaikan dengan jumlah siswa dan besar ruangan.
Jumlah
siswa setiap kelas praktek berkisar antara 16 s.d 20 orang. Ukuran yang ideal
untuk setiap siswa membutuhkan tempat seluas 4 s.d 5 meter bujur sangkar,
karena setiap siswa membutuhkan satu meja dan satu mesin jahit serta satu loker
untuk menyimpan alat-alat jahit dan alat lainnya. Semua alat haruslah tertata
dengan rapi dan efisien begitu pula dengan alat-alat kecil harus tersedia dalam
sebuah kotak.
Ruang
kerja yang perlu diperhatikan adalah ruang kerja yang sesuai dengan kebutuhan,
rapi dan menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Untuk sebuah
perusahaan konveksi yang mempunyai karyawan dalam jumlah banyak sangat
diajurkan agar disediakan tempat istirahat atau tempat olahraga ringan di
ruangan kerja tersebut. Tempat berbaring disebuah ruangan terpisah untuk
pekerja yang ingin melemaskan otot punggung, selain dari itu juga kamar kecil
dan kamar ganti atau kamar rias sekedarnya harus pula disediakan.Perlu juga
disediakan sebuah kantin, mushala, dan tempat berobat.Dan yang sangat penting
diperhatikan adalah kebersihan seluruh tempat kerja dan juga tempat lainnya
sehingga karyawan merasa betah dan nyaman dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
Beberapa
manfaat yang dapat diambil dari penerapan tempat kerja yang sesuai dengan konsep
budaya kerja, diantaranya:
1.
Tempat kerja
menjadi lebih teratur dan efisien, sehingga bila ingin melakukan diversifikasi
produk lebih mudah,
2.
Tempat kerja,
mesin-mesin dan peralatan yang teratur dan bersih siswa/pekerja akan termotivasi untuk datang ketempat kerja, sehingga ketidak hadiran dapat
dikurangi,
3.
Tempat kerja
yang terorganisir dan bersih akan lebih meningkatkan semangat kerja siswa untuk
menghasilkan produk yang baik, dan
4.
Tempat kerja
yang teratur secara rapih dan bersih akan mengurangi resiko terjadinya
kecelakaan di tempat kerja, dapat menghasilkan proses pemotongan bahan yang
tepat waktu.
B.
Menyiapkan
Bahan
1.
Memilih
bahan
Bahan
atau tekstil mempunyai aneka ragam jenis dan sifatnya. Akibat proses pembuatan
yang berlainan dan bahan mentah (asal bahan) serta zat pelarutnya yang berbeda,
menyebabkan ciri-ciri dan sifat bahan bebeda pula, ada yang kaku, ada yang
melansai, yang lembut, lemas, berat, ringan, tebal, tipis, transparan dan
sebagainya. Untuk itu pembelian bahan atau tekstil harus dilakukan oleh seorang
yang ahli dibidang tekstil. Pembelian kain yang sesuai dengan kebutuhan akan
menghindarkan dari kelambatan dalam pemotongan. Pada waktu pembelian kain,
spesifikasi mutu kain harus dinyatakan dengan jelas.
Spesifikasi
mutu kain tersebut antara lain adalah :
a. Dimensi,
meliputi ukuran panjang, lebar, berat dan mungkin tebal kain, termasuk
toleransinya,
b. Jumlah
dan jenis cacat yang diperbolehkan tiap unit, termasuk cara penilaiannya dan
lembaga penilai yang ditunjuk jika terjadi perbedaan pendapat, dan
c. Rincian
konstruksi dan sifat kain yang diminta, didasarkan pada laporan uji.
Di
samping hal di atas, keserasian antara bahan dengan desain busana sangat perlu
diperhatikan.Siluet pakaian menjadi pertimbangan sebelum kita memilih bahan,
apakah sesuai untuk desain pakaian berkerut, berlipit atau mengembang. Caranya,
bahan digantungkan memanjang dengan dilipit-lipit untuk memperhatikan jatuhnya,
begitu pula untuk memperhatikan kasar halusnya kita raba dan beratnya kita
timang apakah syarat-syarat pada desain telah terpenuhi.
Permukaan
bahan (tekstur) ada empat karakter:
a. Bila
dilihat dari efek pantulan cahaya dari bahan misalnya berkilau atau kusam,
b. Jika
diraba terasa kasar atau halus,
c. Kalau
dipegang terasa berat, ringan, tipis dan
kaku, dan
d. Kesan
pada penglihatan adalah mewah atau sederhana.
Setiap
tekstur mempunyai pengaruh terhadap penampilan suatu busana dan bentuk badan
sipemakai, bahan yang berat atau tebal akan menambah bentuk. Bahan yang
berkilau akan menambah besar dari pada bahan tenunan yang permukaan kusam,
seperti bahan satin akan memperbesar bentuk badan dari pada bahan Cape. Maka
dari itu kita perlu memilih bahan yang tepat.
Jika
suatu desain memerlukan efek mengembang, pilihlah bahan busana yang dapat
membentuk gelembung dengan wajar.Sebaliknya bila suatu desain memperlihatkan
kelembutan perhatikanlah jangan memakai bahan yang kaku. Bahan tekstil yang
bercorak atau bermotif juga akan ikut berperan membentuk kesan tertentu pada
busana atau sipemakainya. Penyesuaian karakter motif seperti garis-garis atau
kotak–kotak akan memberikan kesan kaku. Maka dari itu desain mengarah kepada
kesan sportif, begitu pula dengan bulatan maka lebih mengarah pada lengkung.
Untuk itu dalam menyiapkan bahan perlu disesuaikan dengan desain, bentuk tubuh,
usia, jenis pakaian serta kesempatan sipemakai.
2.
Memeriksa
bahan
Memeriksa
bahan sebelum dibeli sangat perlu dilakukan.Biasanya untuk memastikan sifat
kain perlu dilakukan pengujian. Uji- uji yang dilakukan disesuaikan dengan
tujuan pemakainya, beberapa pengujian kain yang umum dan biasa dilakukan antara
lain adalah :
a. Warna,
kesesuaian warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan,
sinar matahari, terhadap penyetrikaan, gas tertentu dan air laut,
b. Kestabilan
dimensi kain dalam pencucian,
c. Ketahanan
kusut dan sifat langsai (drape) termasuk sifat kain yang tidak memerlukan
penyetrikaan setelah pencucian (sifat durable press),
d. Kekuatan
tarik, sobek dan jebol,
e. Tahan
gesekan dan pilling, terutama untuk serat sintetik,
f. Sifat
nyala api, sebelum atau sesudah beberapa kali pencucian,
g. Lengkungan
dan kemiringan benang pada kain, dan
h. Penyerapan
atau tolak air kain sesuai penggunaan.
Disamping
memeriksa bahan sebelum membeli, juga diperlukan memeriksa bahan sebelum
dipotong , terlebih terhadap kain yang dibeli dalam bentuk kayu/gulung.
Disamping itu juga sangat diperlukan memeriksa bahan dengan mempertimbangkan
segi ekonomis dan psikologisnya, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Kesesuaian
bahan dengan desain,
b. Berapa
ukuran bahan agar bisa dibuat rancangan
bahan atau marker, sesuai dengan ukuran bahan,
c. Pemeriksaan
cacat kain, baik cacat bahan, cacat
warna atau pun cacat printing, maka yang cacat supaya ditandai dan dihindari
waktu menyusun pola perseorangan,
d. Apakah
bahannya menyusut, kalau menyusut direndam terlebih dahulu agar nanti setelah
dipakai dan dicuci ukuran tidak berubah atau bajunya tidak sempit,
e. Apakah
bahan yang ada sesuai dengan kesempatan sipemakai, sesuai dengan usia, jenis
kelamin, bentuk tubuh, warna kulit dan lain sebagainya,
f. Produksi
massal supaya ditandai atau bila perlu dipotong agar tidak masuk kedalam
penggelaran bahan, dan
g. Penggelaran
bahan–bahan dilakukan panjangnya berdasarkan marker.
Pernyataan
di atas mengingatkan kepada kita semua bahwa, sebelum membuat busana terlebih dahulu kita hendaklah membuat perencanan, dengan
perencanaan yang baik diharapkan hasil
akan baik. Perencanaan busana dituangkan dalam bentuk desain atau model busana.
Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain busana adalah:
a. Bentuk
tubuh si pemakai, seperti langsing, gemuk pendek, tinggi langsing dan
sebagainya. Dalam mendesain busana untuk model dengan tipe tersebut hendaklah
dapat mengatasi masalah-masalah tubuh, seperti bagian yang kurang sesuai dapat
disembunyikan sehingga tertutupi kelemahannya, dan
b. Kesempatan.
Kesempatan yang dimaksud disini adalah busana untuk kesempatan kerja, busana
pesta, busana sehari-hari, dan sebagainya. Mendesain busana untuk pesta
hendaklah desainnya kelihatan memberi kesan lebih mewah dan untuk busana kerja
diharapkan dapat memberi kesan resmi dan nyaman.
a.
Desain
Busana
Kalau
akan membuat busana terlebih dahulu tentukanlah desain busana itu sendiri. Desain dapat dirancang
sendiri ataupun dengan mengambil/memilih desain dari majalah.Sebagai seorang
penata atau pengelola busana harus dapat memahami atau membaca desain busana
itu sendiri, untuk itu diperlukan pengetahuan dasar dan latihan-latihan
menyimak model dan mengkonstruksi pola sesuai dengan desain.
Masalah
yang sering terjadi dilapangan adalah tidak tepatnya hasil pakaian dengan
desain yang diharapkan. Ini disebabkan tidak benarnya cara merubah pola dasar
sesuai dengan desain. Kesalahan teknis mengubah pola akan mengakibatkan pakaian
tidak sesuai dengan desain, hasilnya bisa lebih buruk dan juga bisa lebih baik,
tetapi yang jelas sudah tidak sesuai dengan yang diminta, inilah yang sering
membuat konsumen merasa kecewa. Untuk itu marilah dipahami terlebih dahulu
analisa desain dan konstruksi pola serta dapat mengenal ciri-ciri desain.
b.
Analisa
Desain
Dalam
menganalisa desain kita bisa mengamati dari gejala-gejala atau ciri-ciri dari
desain itu sendiri seperti :
1. Gejala
perspektif
Desain
apakah berupa sketsa atau foto, ada yang
lurus kedepan, sikap dengan gaya menyamping ataupun sikap membelakangi lensa,
dengan gaya tersebut satu desain pakaian ada kala dapat dilihat dengan jelas
dan ada kalanya meragukan terutama pada saat menoleh ke kiri atau ke kanan, jika desain seperti ini, maka bagian kiri atau kanannya tidak sama, bagian
yang dekat dengan mata lebih besar dari
pada yang letaknya agak jauh, semakin jauh jarak semakin kecil letaknya. Hal
ini disebabkan gejala perspektif dalam pandangan mata, sedangkan bila dilihat
lurus kedepan bagian kiri dan kanan sama. Jadi dalam menganalisa model hal-hal
tersebut di atas perlu diperhatikan agar tidak salah dalam memahami desain.
2. Siluet
Dengan
melihat dan mengamati siluet dari busana kita dapat menaksir dan menentukan
wujud bahan dari busana itu sendiri. Siluet yang tegang dan mengembang dengan
garis sisi yang lurus, menandakan bahannya tebal dan kaku, bila sisinya
lengkung atau bawah baju/rok agak bergelombang maka bahan yang digunakan adalah
lembut. Siluet yang melangsai kebawah
selain menandakan bahannya lembut juga dapat dilihat arah benangnya yang
memanjang kebawah dan bila lebih bergelombang pinggirnya berarti arah benang
diagonal dan sebagainya.
3. Teknik
penyelesaian busana
Teknik
penyelesaian suatu busana sangat menentukan kualitas dari busana itu sendiri,
kesalahan dalam menganalisa desain akan menjadi kesalahan dalam teknik
penyelesaiannya. Seperti ada desain dengan kantong klep, kemudian dibuat dengan klep palsu (tanpa kantong), dilihat
dari bentuk sama tapi kualitas dari busana itu sendiri akan turun dari yang
semestinya.
4. Warna
dan corak bahan
Gambar
desain pada majalah mode tidak selalu memakai warna sehingga penyimak mode
perlu menaksir warna dan corak untuk suatu desain. Sebaiknya kita mencari suatu
desain yang cocok untuk bahan yang telah kita beli. Misalnya desain busana yang
ramai kita kombinasikan dengan warna yang lembut sehingga lebih serasi dengan
corak dan warna yang menyolok.
5. Ciri-ciri
desain
Ciri-ciri
khusus pada busana dapat kita amati untuk menentukan desain yang benar karena
terlihat sama atau serupa tapi
sebenarnya konstruksinya berbeda, seperti desain dari :
a. Kerah
setali dengan kerah river, perbedaannya
terletak pada garis sambungan pada kerah bagian muka dan kalau dilihat dari
belakang yaitu pada kerah tengah belakang mempunyai sambungan untuk kerah
setali, sedangkan kerah river tidak mempunyai sambungan, dan
b. Ciri-ciri
blus yang mempunyai kampuh pinggang dan yang tidak berkampuh pinggang.
Ciri–ciri blus yang berkampuh pinggang dibawah ikat pinggang terdapat lipit kup
atau kerutan, diatasnya polos. Untuk yang tidak memakai kampuh pinggang di atas
ataupun dibawah ikat pinggang sama, pakai kerutan atau tanpa kerutan dan pakai
lipit atau tidak pakai lipit.
6. Analisa
desain dan konstruksi
Merubah
pola dasar menjadi pola busana sesuai dengan desain tertentu terdapat pada cara
memindahkan lipit pantas (lipit kup) pola dasar wanita dewasa, karena lipit pantas
ini merupakan aset dalam pecah pola atau merobah pola. Begitu pula
mengkonstruksi pola pakaian sesuai dengan desain dapat dengan memindahkan lipit
pantas sehingga menjadi desain yang baru atau menjadi garis hias seperti garis
princes, garis empire serta garis hias lainnya. Memecah lipit pantas pada rok dan mengembangkannya menjadi rok model
A. Begitu pula dengan bentuk kerah, bentuk lengan dan sebagainya.
7. Analisa
desain
Gaun
yang mempunyai garis pas empire, lipit kup dijadikan kerutan dibawah buste
(buah dada). Konstruksinya, lebih kurang 9 cm dari garis pinggang (½ panjang
sisi) untuk pas pinggang kupnya
dihilangkan. Memakai lengan kop, konstruksinya adalah; puncak lengan dipecah (digunting) dan dikembangkan.
Kerah sanghai (kerah board). Rok model
A, konstruksinya; lipit kup (lipit pantas) dilipatkan dan pada ujung kup
digunting dan secara otomatis akan menjadi kembang ( terbuka ) setelah lipit
kup ditutup.
c.
Pola
Busana
Pola
busana adalah pola yang telah dirubah berdasarkan desain dari busana tersebut.
Untuk membuat pola busana dapat dengan pengembangan, pecah pola, ataupun
mengkostruksi pola berdasarkan model dan analisis model seperti pola blus yang
terdiri dari pola blus muka, belakang, lengan, kerah dan perlengkapan lainnya
seperti saku kalau ada sesuai dengan model, semua sudah lengkap dengan
tanda-tanda pola seperti tanda arah benang, tanda lipatan, tanda kampuh dan
sebagainya. Contoh lain pola celana yaitu: pola celana bagian muka, pola celana
bagian belakang, saku, pola ban pinggang dan sebagainya. Begitu juga dengan model-model busana lainnya.
C.
Meletakkan
Pola Di Atas Bahan
1.
Rancangan
bahan
Merancang
bahan adalah memperkirakan banyaknya bahan yang dibutuhkan pada proses
pemotongan. Rancangan bahan diperlukan sebagai pedoman ketika memotong bahan.
Cara membuat rancangan bahan yaitu:
a. Buat
semua bagian-bagian pola yang telah dirobah menurut desain serta bagian-bagian
yang digunakan sebagai lapisan dalam ukuran tertentu seperti ukuran skala 1:4,
b. Sediakan
kertas yang lebarnya sama dengan lebar kain yang akan digunakan dalam pembuatan
pakaian tersebut dalam ukuran skala yang sama dengan skala pola yaitu 1:4,
c. Kertas
pengganti kain dilipat dua menurut arah
panjang kain dan bagian-bagian pola
disusun di atas kertas tersebut. Terlebih dahulu susunlah bagian-bagian pola
yang besar baru kemudian pola-pola yang kecil agar lebih efektif dan efisien,
dan
d. Hitung
berapa banyak kain yang terpakai setelah pola diberi tanda-tanda pola dan
kampuh.
Rancangan
bahan diperlukan sebagai pedoman ketika memotong bahan. Bila rancangan bahan
berbentuk marker yang dipakai untuk memotong bahan dalam jumlah banyak, maka sebelum
diletakkan di atas bahan, panjang marker dijadikan ukuran untuk menggelar bahan
sebanyak jumlah yang akan diproduksi, atau disesuaikan dengan kemampuan alat
potong yang digunakan.
Metoda
didalam perencanaan marker ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Menggunakan
pola dengan ukuran sebenarnya langsung diatas marker dengan jalan mengatur
letak pola-pola agar didapat efisiensi marker yang terbaik,
b. Menggunakan
pola yang diperkecil. Untuk memperkecil pola ini, digunakan peralatan antara
lain, pantograph, meja skala dan kamera, dan
c. Menggunakan
computer yang terintegrasi, yang terdiri dari:
1. Digitizer,
keyboard, mouse sebagai pemasok data,
2. CPU
sebagai pengolah data dan media penyimpanan,
3. Monitor
sebagai media pemantau, dan
4. Printer,
plotter sebagai media pencetak.
Metoda
dalam penggambaran dan penggandaan marker dibedakan menjadi:
a. Digambar
dengan tangan, mengikuti pola pada kertas. Pembuat marker meletakkan pola di
atas kertas, lalu menggambar dengan mengitari pola untuk setiap pola dan masing-masing
ukuran diberi kode,
b. Dengan
perantara komputer. Pembuat marker
tinggal memberi instruksi ke komputer untuk menggambarkan marker keatas
kertas.Perintah ini diteruskan sampai marker digambar oleh plotter. Proses
penggambaran dan penggandaan membutuhkan sedikit perhatian dari pembuat marker,
dan
c. Digambar
langsung ke kain/bahan, caranya dengan mengitari pola dan dengan spray
marking.
a.
Merancang
Bahan dan Harga
Merancang
bahan dan harga artinya memperkirakan banyaknya keperluan bahan serta biaya
yang dibutuhkan untuk selembar pakaian. Merancang bahan dan harga ada dua cara
:
1. Dengan
menghitung jumlah bahan secara global, kita dapat memperkirakan jumlah bahan
yang terpakai atau yang akan digunakan untuk satu desain pakaian. Caranya dapat
dilakukan dengan mengukur panjang bagian-bagian pola pakaian seperti , panjang
blus/gaun, panjang lengan, panjang rok atau panjang celana dan ditambah kampuh
setiap bagian pakaian. Disamping itu kita juga mempertimbangkan lebar kain yang
digunakan dan membandingkannya dengan bagian pola yang terlebar dan letak
masing-masing pola. Namun perhitungan secara global ini dapat diaplikasikan
untuk desain pakaian yang tidak terlalu rumit seperti rok, celana atau blus
dengan desain yang sederhana.
2. Membuat rancangan bahan dengan ukuran skala yaitu pola
pakaian dibuat dengan ukuran skala, apakah skala 1;4, 1:2, 1:6 atau 1:8 atau
dengan pola ukuran asli/ukuran sebenarnya dan kertas juga dipakai ukuran
sebenarnya. Sesuaikan lebar bahan yang akan dipotong dengan lebar kertas yang
dijadikan untuk rancangan bahan/kertas pengganti kain. Susun pola pakaian di
atas kertas pengganti kain seefektif dan seefisien mungkin.
2.
Tujuan
membuat rancangan bahan dan harga
a. Untuk
mengetahui banyak bahan yang dibutuhkan sesuai desain busana yang akan dibuat,
b. Untuk menghindari
kekurangan dan kelebihan bahan,
c. Sebagai
pedoman waktu menggunting agar tidak terjadi kesalahan, dan
d. Untuk
mengetahui jumlah biaya yang diperlukan.
3.
Cara
membuat rancangan bahan dan harga
a. Buatlah
semua bagian–bagian pola yang telah dirobah menurut desain dalam ukuran
tertentu seperti ukuran skala 1:4. Setiap pola dilengkapi dengan tanda–tanda
pola yaitu arah serat, tanda lipatan bahan, kampuh dan sebagai nya, dan juga
siapkan bagian-bagian pola yang kecil seperti kerah, lapisan–lapisan pakaian
termasuk depun atau serip dan sebagainya,
b. Sediakan
kertas yang lebarnya sama dengan lebar kain yang akan digunakan dalam pembuatan
pakaian tersebut seperti : kain dengan lebar 90 cm, 115 cm, atau kain dengan
lebar 150 cm dalam ukuran skala yang sama dengan skala pola,
c. Kertas
pengganti kain dilipat dua menurut arah panjang serat, susun dan tempelkan
pola-pola tersebut di atas kertas pengganti kain sesuai dengan tanda–tanda pola
seperti tanda arah benang, tanda lipatan kain dan sebagainya, selain itu yang juga
perlu diingat yaitu susunlah
pola yang ukurannya paling besar,
setelah itu baru menyusun bagian–bagian
pola yang lebih kecil dan terakhir menyusun pola yang kecil–kecil, cara ini
bisa membuat kita bekerja lebih efisien
dan lebih efektif. Jika pola yang
disusun belum memakai kampuh, ketika menyusun pola harus dipertimbangkan jarak
antara masing-masing pola lalu diberi tanda kampuh pada setiap bagian pola
tersebut,
d. Jika
semua pola telah diletakkan dan telah diberi tanda, ukurlah panjang bahan yang terpakai, sehingga dapat ukuran kain yang dibutuhkan/berapa banyak
kain yang terpakai,
e. Hitung
juga pelengkap yang dibutuhkan, seperti kain furing, ritsleting, pita/renda,
benang, kancing baju, kancing hak dan lain sebagainya (sesuai desain), dan
f. Hitunglah
berapa banyak uang yang diperlukan untuk membeli bahan dan perlengkapan lainnya
dalam pembuatan pakaian tersebut.
Untuk produksi massal bahan tidak
dilipat dua tetapi dikembangkan, polanya juga dibuat lengkap (utuh) bukan
sebelah, pola tersebut itulah yang disusun untuk membuat marker, dan marker ini
selain untuk menghitung jumlah bahan, juga dipakai sebagai pedoman untuk ukuran
penggelaran bahan (spreading). Setelah siap marker ditempelkan diatas spreading
yang akan digunting.
Persyaratan proses spreading yang baik
adalah:
a.
Kerataan sisi tumpukan kain,
b.
Penanggulangan
cacat kain,
c.
Arah lapisan
kain,
d.
Tegangan lapisan
kain,
e.
Kemudahan dalam
memisahkan antar lapisan hasil pemotongan,
f.
Penghindari
distorsikain pada saat penggelaran, dan
g.
Penghindaran
pelelahan pada saat pemotongan.
Metoda
penggelaran kain yang digunakan di industri pakaian jadi dapat dibagi dalam :
a. Penggelaran
kain dengan tangan diatas meja datar,
b. Penggelaran
kain dengan tangan dengan bantuan jarum kait,
c. Penggelaran
kain dengan menggunakan mesin penggelar.
D.
Memotong
Bahan Sesuai Pola Pakaian
1.
Memotong
(cutting)
Memotong
(cutting) bahan yang akan dijahit akan memberi pengaruh yang besar kepada
pembuatan busana, jika salah potong akan menimbulkan kerugian baik dari segi
biaya maupun waktu. Resiko ini berlaku untuk memotong busana perorangan atau
pun untuk produksi massal.
Bagian
pemotongan mempunyai pengaruh yang besar pada biaya pembuatan garmen, karena di
bagian pemotongan ini apabila terjadi kesalahan potong akan mengakibatkan
potongan kain tersebut tidak bisa diperbaiki. Pada dasarnya, semua perusahaan
garmen mempunyai alur proses produksi yang sama dalam menghasilkan potongan
kain yang siap jahit, baik perusahaan kecil atau besar, hanya tingkat operasi
teknologi saja yang berbeda.
Tujuan
pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian- bagian lapisan kain sesuai
dengan pola pada rancangan bahan/marker.Hasil potongan kain yang baik adalah
yang hasil potongannya bersih, pinggiran kain hasil potongan tidak saling
menempel, tetapi terputus satu dengan yang lainnya.
Proses
dalam memotong (cutting) adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan
tempat dan alat-alat yang diperlukan
Alat-alat
yang diperlukan yaitu berupa meja potong dengan ukuruan sekitar 2m x 0,8m;
gunting / alat potong; alat untuk memberi tanda seperti kapur jahit, rader,
karbon jahit, pensil merah biru; dan alat bantu jarum pentul.
b. Menyiapkan
bahan
1. Memilih
bahan Keserasian antara bahan dengan desain perlu diperhatikan sebelum memilih
bahan serta perlu diuji daya lansainya, apakah sesuai untuk model pakaian
berkerut, lipit atau mengembang. Caranya, bahan digantungkan memanjang dengan
dilipit-lipit untuk memperhatikan jatuhnya bahan, serta untuk memperhatikan
kasar halusnya bahan bisa dengan diraba apakah syarat-syarat pada desain
terpenuhi.Jika desain memerlukan efek mengembang sebaiknya pilih bahan yang
dapat membentuk gelembung dengan wajar.Sebaliknya jika desain memperlihatkan
tekstur lembut maka jangan memakai bahan yang kaku.
2. Memeriksa
bahan Sebelum bahan dipotong atau digunting perlu dilakukan pemeriksaan bahan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kesesuaian
bahan dengan desain,
b. Ukuran
lebar kain agar bisa dibuat rancangan bahan,
c. Pemeriksaan
cacat kain seperti cacat bahan, cacat warna, ataupun cacat printing sehingga
bisa ditandai dan dihindari saat menyusun pola, dan
d. Apakah
bahannya menyusut. Jika menyusut sebaiknya bahan direndam agar setelah dipakai
dan dicuci ukuran baju tidak mengalami perubahan.
3. Teknik
menggunting
a. Bahan
dilipat dua di atas meja potong,
b. Pola-pola
disusun dengan pedoman rancangan bahan dengan bantuan jarum pentul,
c. Menggunting
bahan. Jika menggunting dengan tangan kanan maka tangan kiri diletakkan di atas
kain yang akan digunting,
d. Bahan
tidak boleh diangkat pada saat menggunting. Pola yang terlebih dahulu digunting
adalah pola-pola yang besar seperti pola badan dan pola lengan.Setelah itu baru
menggunting pola-pola yang kecil seperti kerah dan lapisan leher,
e. Sebelum
pola dilepaskan dari bahan, beri tanda-tanda pola dan batas-batas kampuh
terlebih dahulu. Caranya dengan menggunakan kapur jahit, rader dan karbon
jahit, pensil kapur dan sebagainya. Cara pemakaian rader yaitu jika bahan baik
keluar maka karbon dilipat dua dan bagian yang memberikan efek bekas dibagian
luar diletakkan diantara dua bahan atau bagian buruk bahan. Lalu dirader pada
batas kampuh atau garis kupnat.Setelah itu baru pola dilepaskan dari kain.
Alat
potong yang digunakan ada beberapa jenis yaitu :
a. Pisau
potong lurus (straight knife),
b. Mesin
potong pisau bundar (round knife), dan
c. Menggunakan
gunting biasa.
Hasil
pemotongan yang baik, adalah pemotongan yang tepat pada tanda-tanda pola dan
tidak terjadi perobahan bentuk. Hal ini akan memudahkan dalam menjahit dan
menghasilkan jahitan yang sesuai dengan kebutuhan/ukuran. Alat potong/gunting
yang digunakan adalah gunting yang tajam dan jangan dipakai gunting yang
tumpul. Jangan dibiasakan menggunakan gunting kain untuk menggunting kertas
atau pun yang lainnya, juga perlu dijaga gunting jangan sampai jatuh karena
akan mengakibatkan pergeseran mata gunting sehingga terasa tumpul atau tidak
dapat berfungsi lagi.
Alat
potong untuk produksi massal, ada beberapa jenis yaitu:
a. Pisau
potong lurus (straight knife) yang mempunyai 2 mata pisau, ukuran panjang mata pisau
berfariasi 10 s.d 33 cm dengan gerakan naik dan turunnya 2,5 s.d 4,5 cm, makin
besar gerakan pisau pemotong maka semakin cepat proses pemotongan dan lebih
memudahkan operator dalam mendorong pisau tersebut dan bisa memotong kain lebih
banyak. Pisau ini banyak digunakan oleh industri pakaian jadi,
b. Mesin
potong pisau bundar (round knife) pisau ini
hanya bisa memotong dalam jumlah sedikit/terbatas dan untuk pemotongan
yang lurus. Bila digunakan untuk memotong jumlah yang banyak dan bentuk
lengkungan akan menghasilkan potongan yang tidak sama dengan bentuk pola,
dengan kata lain hasil potongan kain lapisan bawah berbeda ukuran dengan kain
lapisan atas, diameter pisau bervariasi mulai dari 6 cm sampai dengan 30 cm,
c. Mesin
potong pita (Band Knife), hasil potong pisau ini sangat akurat, terutama
dipakai untuk pemotongan pola-pola kecil atau yang berbentuk aneh. Caranya:
lapisan kain digerakkan kearah pisau yang berputar, sedangkan pisau sendiri
diam. Berikut ini dapat dilihat contoh mesin potong tersebut:
d. Alat
potong cetak (Dil Cutting), bentuk alatnya sama dengan pola dan bila tumpul
tidak bisa dipakai lagi. Pemakaian bahan agak boros dan biasanya untuk memotong
kerah, kaos, manset dan sebagainya,
e. Alat
pemotong yang dikendalikan dengan komputer. Cara ini lebih akurat dan cepat.
Disini tidak perlu marker karena susunan
pola telah tertata di dalam komputer.
Ketika proses pemotongan diperlukan alat bantu
seperti alat untuk memberi tanda
seperti tanda kampuh. Jika kampuh
pakaian yang dipotong sudah standar
sesuai dengan produk yang akan dibuat, hal ini sudah diketahui operator penjahitan sehingga tidak memerlukan tanda,
dan kalau ada tanda-tanda yang khusus seperti kupnat hanya dengan memberi titik
pada ujung atau sudutnya dengan lubang halus dan tanda lainnya yang sudah dipahami bersama.
Teknik/strategi
memotong juga perlu diperhatikan, misalnya sebelum memotong sudah disiapkan
semua pola sampai pada komponen–komponen yang kecil-kecil. Bahan sudah
diperiksa dan bila tidak lurus diluruskan bila susah meluruskannya dapat dengan
cara menarik satu benang kemudian dipotong pada bekas tarikan benang
tersebut. Jika bahannya tidak rata maka ditarik dua sudut
dengan arah diagonal sehingga hasilnya rata dengan sudut 900 langkahnya sebagai
berikut:
a. Bahan
dilipat dua di atas meja potong dengan posisi bagian baik bahan keluar atau
sebaliknya,
b. Pola–pola
disusun dengan pedoman rancangan bahan dengan bantuan jarum pentul,
c. Setelah
semua diletakkan baru dipotong, jika memotong dengan tangan/menggunakan gunting
biasa, gunting dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri diletakkan rata di
atas kain dekat bahan yang digunting atau sebaliknya,
d. Bahan
tidak boleh diangkat pada saat menggunting karena hal ini akan menyebabkan
hasil guntingan tidak sesuai dengan bentuk pola. Guntinglah bagian–bagian yang
besar terlebih dahulu seperti pola bagian muka dan pola bagian belakang, pola
lengan, setelah itu bagian yang kecil–kecil, seperti kerah, lapisan leher dan
sebagainya.Hasil guntingan harus rata dan rapi.Sisa–sisa guntingan atau perca
disisihkan sehingga meja dan ruangan tetap bersih.Usahakan pola atau perca
tidak berantakan/berserakan baik di atas meja maupun di bawah meja, dan
e. Sebelum
pola di lepaskan tanda–tanda pola dan batas–batas kampuh dipindahkan, cara
memindahkannya bermacam– macam antara
lain menggunakan kapur jahit, rader dan karbon jahit, pensil kapur dan
sebagainya.
Kalau
memotong bahan untuk produksi massal seperti konveksi, caranya adalah:
a. Bahan
digelar tak perlu dilipat sesuai ukuran panjang marker dan ditumpuk sesuai dengan
rencana jumlah produksi. Yang perlu diperhatikan sewaktu penggelaran bahan
adalah : sisi tumpukan kain harus rata ketegangan lapisan kain sama, dan
bahan–bahan bersih dari yang cacat. Penggelaran dapat dilakuklan secara manual
dan dapat juga dengan mesin penggelaran. Bila sudah cocok jumlahnya lalu marker
diletakkan diatas bahan, digunting dengan gunting listrik bila jumlahnya tidak
terlalu banyak cukup dengan gunting listrik atau pisau bundar, dan
b. Pada
saat pemotongan, bahan pembantu (pelapis) juga ikut dipotong. Hasil pemotongan
harus rapi dan bersih, pinggir kain potongan tidak saling menempel. Pemotongan
harus konsisten setelah selesai pemotongan dibundel dan di beri nomor kode sesuai
dengan desain, ukuran dan warna juga disesuaikan dengan urutan proses
penjahitan sehingga pekerjaan lebih cepat dan lancar.
2.
Mengemas
Pola dan Potongan Bagian-Bagian Busana (Bundeling)
Bundeling yaitu pemisahan dan
penggulungan bagian-bagian pola yang sudah diberi tiket yang kemudian jumlah
penggulungan disesuaikan dengan jumlah yang tertera pada tiket tersebut. Pekerjaan
bundeling bisa juga :
a.
Menghitung bahan
yang sudah dipotong (bagian-bagiannya),
b.
Menulis order,
c.
Pemberian tiket,
d.
Jumlah,
e.
Size/ukuran,
f.
Stamfing
Komponen-komponen
busana yang sudah dipotong di bundle, maksudnya komponen disiapkan berdasarkan
ukuran, warna dan jumlahnya sesuai dengan komposisi yang diperlukan di bagian
penjahitan/sewing. Mengemas pola dan mengemas potongan-potongan bagian busana
sangat penting dalam persiapan penjahitan. Membuat bundle serta
mempersiapkannya sesuai dengan kebutuhan dibagian penjahitan. Bundle adalah
komponen yang sudah dipotong, disiapkan berdasarkan ukuran, warna dan jumlah
yang dibutuhkan sesuai dengan komposisi yang diperlukan dibagian sewing.
Penjahitan
merupakan bagian yang paling penting dalam membuat busana, tanpa penjahitan
maka bagian-bagian pakaian yang sudah dipotong tidak akan ada artinya sama
sekali. Pada perusahaan pakaian jadi/garmen, bagian mengemas pola dan
bagian-bagian busana (bundeling) dipimpin oleh seorang menager (menager
bundeling). Maneger bundeling bertanggung jawab kepada operator devisi terhadap
bahan-bahan dan perlengkapannya. Ketepatan mengemas bagian-bagian busana (bundeling)
dapat memperlancar proses produksi, dan sebaliknya kelalaian/kesalahan mengemas
bagian-bagian busana (bundeling) menyebabkan proses penjahitan menjadi
terganggu, lambat dan tidak tepat waktu.
Manager
bundeling juga bertugas :
a. Membagi
bundle bahan-bahan dan perlengkapannya kepada operator dan mengambil
bahan-bahan yang yang telah selesai dikerjakan, selanjutnya memberi tanda periksa
pada tiap-tiap operasi,
b. Bekerja
sama dengan section chief/assistant chief mecari penambahan material dari line
lain untuk dikerjakan oleh operator yang kekurangan material,
c. Bekerja
sama dengan supervisor bila terdapat ketidak lengkapan, kerusakan bundle untuk
mendapat penyelesaian, agar bundle tersebut dapat segera diproduksi, dan
d. Membuat
bon permohonan pengambilan material untuk penambahan atau penggantian dan
melengkapi kekurangan dengan persetujuan assistant production maneger.
Jika
suatu pekerjaan tidak bisa diselesaikan tepat waktu, maka biaya produksi akan
menjadi besar. Setiap jenis busana yang diproduksi dijahit pada devisi
masing-masing. Setiap devisi membutuhkan proses bundeling, setiap bundeling
terdiri dari bagian-bagian busana, hal ini sangat tergantung dari desain busana
yang sedang diproduksi. Untuk membundel busana perorangan, juga berpedoman kepada desain yang dibuat. Pastikan
ketika menggunting bahwa bagian- bagian busana telah sesuai dengan desain. Pada
proses bundeling baik untuk perorangan ataupun untuk produksi masal disamping
membundel bagian-bagian busana juga disertai dengan bagian yang lain, misalnya
lapisan garis leher, tengah muka, kantong dan lain sebagainya.
E.
Memindahkan
Tanda-Tanda Pola
Setelah
bahan digunting, bentuk pola dipindahkan pada bahan dan tanda-tanda pola yang
lainnya kadang-kadang juga perlu dipindahkan. Berikut ini adalah tanda-tanda
pola yang akan dipindahkan pada bahan adalah:
1. Garis
pinggir (tepi) pola,
2. Garis
bahu muka dan belakang,
3. Garis
sisi badan muka dan belakang,
4. Garis
lingkar kerung lengan,
5. Garis
lipit pantas (kupnat),
6. Garis
tengah muka dan tengah belakang,
7. Garis
lipatan bawah baju/blus, bawah rok, ujung lengan,
8. Tanda
puncak lengan,
9. Batas
pinggang, garis empire, garis princes kalau ada,
10. Batas
kerutan kalau ada,
11. Dan
tanda-tanda khusus lainnya sesuai desain
Alat-alat
yang digunakan untuk memberi tanda pada bahan adalah rader, karbon jahit,
pensil kapur, Rader biasanya digunakan berpasangan dengan karbon jahit, rader
ada yang memakai gigi dan ada yang licin. Waktu pemakaian rader rodanya dapat
dipergunakan dengan lancar dan tidak oleng dan hasilnya dapat memberikan bekas
yang rapi, karbon jahit yang dipakai yaitu karbon jahit yang khusus untuk kain.
Warna karbon bermacam-macam ada berwarna putih, kuning, hijau, merah. Jangan
memakai karbon mesin tik karena karbon mesin tik tidak dapat hilang walaupun
sudah dicuci. Kapur jahit, berbentuk segitiga dengan warna putih, merah,
kuning, biru, pensil jahit juga mempunyai isi kapur yang mempunyai warna yang
beraneka ragam memilih warna kapur atau pensil kapur yang berbeda dengan warna
kain.
Pemilihan
alat pemberi tanda ini disesuaikan dengan jenis bahan yang akan diberi tanda
(dipotong) seperti tenunan berat, tebal, tenunan tipis ataupun ringan serta
tembus pandang dan sebagainya.
Berikut
ini akan dijelaskan penggunaan dari masing-masing alat pemberi tanda serta cara
pemindahan tanda-tanda pola :
1. Memindahkan
tanda dengan rader dan karbon jahit.
Rader
bergigi digunakan untuk kain yang berat dan tebal serta sedang dan rader yang
licin (tanpa gigi) untuk bahan dengan tenunan tipis (ringan) sampai sedang. Sebaiknya
sewaktu penggunaan rader meja kerja dialas dengan karton agar meja tidak rusak
oleh tekanan rader.
Pemakaian
rader dikombinasikan dengan karbon jahit yang mana cara pemakaiannya adalah,
bila bahan bagian baik keluar, karbon dilipat dua bagian yang memberi efek
bekasnya diluar diletakkan diantara dua bahan atau bagian buruk bahan, dan jika
bagian baik kedalam karbon dilipat kedalam kemudian diapitkan pada bahan, lalu
dirader pada batas kampuh atau garis kupnat dan sebagainya, jangan ditekan
terlalu keras, cukup asal memberi bekas, bila sudah selesai dirader barulah pola dilepas dari kain. Bagian buruk
bahan berhadapan dan karbon jahit diletakkan diantaranya, sehingga setelah
ditekan dengan rader akan meninggalkan bekas rader pada kedua bagian buruk
bahan. Jika melipat bahan yang bagian
buruk di dalam atau bagian baik bahan berhadapan, maka karbon diletakkan
masing-masing pada bagian buruk bahan (karban dilipatkan). Warna karbon dipilih
yang dekat atau bertingkat dengan warna bahan agar tidak memberi bekas yang
tajam.
Janganlah
memakai karbon tik, karena tidak hilang bila dicuci, tetapi gunakanlah karbon
khusus untuk memberi tanda bahan pakaian(karbon jahit) Kalau dengan rader yang dipakai adalah karbon
jahit.
2. Menggunakan
kapur jahit dan pensil kapur
Penggunaan
kapur jahit sebagai pemindahan tanda-tanda pola apabila tidak dapat diberi
tanda dengan karbon, misalnya bahan tebal seperti wool, atau bila pembuatan
pola langsung di atas bahan. Pemakaian
pensil kapur sama dengan kapur jahit dan hasilnya penggunaan pensil kapur
garisnya lebih halus dan lebih rapi, bekas kapur jahit atau pun pensil kapur
dapat hilang bila dicuci.
3. Memakai
lilin jahit
Memberi
tanda-tanda dengan lilin pada bagian dalam bahan pakaian, lilin jahit tidak
hilang waktu dicuci dan atau diseterika, jadi usahakanlah dipakai bila perlu
saja, lilin jahit dapat diganti dengan sisa sabun mandi. Lilin jahit juga ada
yang putih dan ada juga berwarna.
4. Memakai
tusuk jelujur.
Tusuk
jelujur digunakan untuk memberi tanda pada bahan yang halus, seperti sutra. Hal
ini dilakukan agan bahan tetap bersih. Caranya adalah, pada garis pola dijahit
dengan teknik jelujur, ketika menjahit dengan mesin, jahit jelujur inilah yang
dipedomani.
Dari
semua cara di atas yang banyak dipakai untuk memberi tanda adalah menggunakan
rader dengan karbon jahit dan kapur jahit, karena ini lebih praktis dan tidak
terlalu banyak noda asal sesuai dengan cara pemakaian yang benar. Jika menggunakan kapur jahit terlalu kuat
atau kasar, apalagi warnanya kontras dengan warna bahan pakaian hasilnya akan
mengecewakan. Untuk itu berhati-hatilah didalam memberi tanda, supaya hasilnya
lebih rapi.
F.
Menjahit
(sewing)
Menjahit
merupakan proses dalam menyatukan bagian-bagian kain yang telah digunting
berdasarkan pola. Teknik jahit yang digunakan harus sesuai dengan desain dan
bahan karena jika tekniknya tidak tepat maka hasil yang diperoleh pun tidak
akan berkualitas.
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam proses menjahit adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
alat-alat jahit yang diperlukan
Seperti
mesin jahit yang siap pakai yang telah diatur jarak setikannya, jarum tangan,
jarum pentul, pendedel, seterika dan sebagainya, serta bahan yang telah
dipotong beserta bahan penunjang/pelengkap yang sesuai dengan desain,
2. Pelaksanaan
menjahit
Dalam pelaksanaan menjahit untuk
mendapatkan hasil yang berkualitas hendaklah mengikuti prosedur kerja yang
benar dan tepat disesuaikan dengan desain.
Secara umum langkah–langkah pelaksanaan
menjahit sebagai berikut:
a.
Menyambungkan
bagian bahu yaitu bagian muka dan belakang, untuk busana wanita dijahit dengan
teknik kampuh terbuka sedangkan untuk busana anak-anak dijahit dengan teknik
kampuh balik. Kemudian dilanjutkan dengan menjahit bagian sisi muka dan
belakang,
b.
Memasang kerung
lengan. Saat memasang lengan harus diperhatikan bahwa titik puncak lengan harus
tepat agar jatuhnya lengan bagus,
c.
Penyelesaian
belahan sesuai dengan jenis belahannya,
d.
Penyelesaian
leher harus sesuai dengan desain, apakah memakai kerah atau lapisan leher, dan
e.
Penyelesaian
kelim dengan cara sum atau dengan setikan mesin, disesuaikan dengan desain
busana itu sendiri. Kalau untuk busana wanita setelah pas pertama atau fitting
setelah itu baru dijahit dengan mesin.
Penjahitan
merupakan proses yang sangat penting dalam suatu usaha busana. Menjahit yaitu
menyatukan bagian–bagian kain yang telah dipotong berdasarkan pola dan sesuai
dengan desain. Tujuan penjahitan adalah untuk membentuk sambungan jahitan
(seam) dengan mengkombinasikan antara penampilan yang memenuhi standar proses produksi yang ekonomis.
Teknik
jahit yang dipakai hendaklah disesuaikan dengan desain serta bahan busana itu
sendiri. Suatu seam dikatakan memenuhi standar apabila hasil sambungan rapi dan
halus tanpa cacat, baik hasil jahitan ataupun kenampakan kain yang telah dijahit
terlihat rapi. Ada kalanya kita menemukan kain yang telah dijahit tidak rapi,
hal ini dapat disebabkan karena jarum mesin yang digunakan tidak tajam.
Bagaimanapun baiknya pola, bila teknik jahit tidak tepat tentunya kualitas
busana tidak akan baik. Maka dari itu kita harus dapat menguasai dan memilih
teknik jahit/jenis seam (kampuh) yang digunakan. Pemilihan jenis seam ini juga
berdasarkan estetika, kekuatan, ketahanan, kenyamanan, ketersediaan mesin dan
biaya.
Tempat
duduk untuk menjahit pilihlah kursi dengan sandaran yang lurus dan tanpa tangan
agar siswa dapat duduk dengan sempurna dan tidak cepat lelah. Ruangan ini juga
dilengkapi dengan alat untuk mempres atau memampat dan juga tersedia ruang
pas/fiting.
Untuk
kelancaran proses manjahit terlebih dahulu dilakukan persiapan yang matang
antara lain adalah : Siapkan alat jahit yang diperlukan seperti :
a. Mesin
jahit lengkap dengan komponen–komponen siap pakai, sudah diberi minyak mesin
dan dibersihkan dengan lap agar tidak menumpuk
minyaknya,
b. Periksa
jarak antara setikan sudah sesuai dengan yang diinginkan,
c. Alat–alat
jahit tangan dan alat penunjang seperti: jarum tangan, jarum pentul, pendedel,
setrika dan sebagainya, dan
d. Bahan
yang sudah dipotong beserta bahan pelengkap sesuai dengan desain/sesuai dengan
kebutuhan.
Menjahit busana untuk produksi massal,
proses menjahit sebaiknya dilakukan dengan ban berjalan, maksudnya untuk
selembar pakaian dikerjakan oleh sederet operator menjahit.Setiap bagian
menggunakan mesin jahit yang khusus, sesuai dengan teknik jahitnya, dan
operatornya disesuaikan dengan keahliannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
di dalam menjahit untuk produksi masal antara lain :
a.
Persiapan
penjahitan, tujuannya adalah untuk memberi tanda, membuat bundle serta
mempersiapkannya sesuai dengan kebutuhan dibagian penjahitan,
b.
Shade marking,
proses ini memastikan komponen-komponen yang dipotong tidak tercampur pada
waktu penggabungan, terutama untuk warna yang sama,
c.
Ticketing,
setiap komponen untuk satu garment, diberi nomor spesifik, biasanya memakai
kertas kecil, dan
d.
Bundle, bundle
komponen yang sudah dipotong, disiapkan berdasarkan ukuran, warna dan jumlahnya
sesuai dengan komposisi yang diperlukan dibagian sewing.
Berdasarkan
British Standard BS 3870: Part 2: 1983, jenis seam dibedakan dalam 8 kelas
menurut type dan jumlah komponen pembentukannya. Komponen pembentuk dapat
berupa bahan utamanya atau bahan tambahan yang mempunyai lebar terbatas maupun
tidak terbatas. Dikatakan komponen terbatas pada satu sisinya, maka sisi
tersebut merupakan sisi guntingan yang akan dijadikan seam. Komponen yang
terbatas pada kedua sisinya seperti renda, pita atau elastic yang lebarnya
kecil. Sedangkan komponen dikatakan tidak terbatas pada satu sisinya, maka sisi
tersebut merupakan sisi yang berlawanan dengan sisi terbatas.
Adapun
8 kelas dari seam adalah sebagai berikut:
a. Kelas
1 (superimposed seams), seam ini
dibentuk oleh minimum dua buah komponen, yang mana letak sisi terbatasnya sama.
b. Kelas
2 (lapped seam) seam ini dibrentuk oleh minimum dua buah komponen, yang mana
letak sisi terbatasnya berlawanan dan saling menumpang.
c. Kelas
3 (bound seam), seam ini dibentuk minimum oleh dua buah komponen, komponen
pertama terbatas pada salah satu sisinya sedangkan komponen kedua terbatas pada
kedua sisinya dan letaknya membungkus ujung terbatas pada komponen pertama.
d. Kelas
4 (flat seam), seam ini dibentuk oleh hinimum dua buah komponen, yang mana
letak sisi terbatasnya berlawanan dan kedudukannya sejajar.
e. Kelas
5 (decorative stitching), seam ini dibentuk oleh minimum satu buah komponen
yang tidak terbatas pada kedua sisinya.
f. Kelas
6 (edge neatening), seam ini hanya dibentuk oleh sebuah komponen yang terbatas
pada salah satu sisinya.
g. Kelas 7 (shirt buttonhole band), seam ini dibentuk
oleh minimum dua buah komponen, yang mana komponen pertamanya terbatas pada
salah satu sisinya dan komponen yang lain terbatas pada kedua sisinya.
h. Kelas
8, seam ini hanya dibentuk oleh satu komponen yang terbatas pada kedua sisinya.
1.
Alat-alat
untuk menjahit
Pengetahuan
tentang macam-macam alat menjahit serta menggunakannya dengan terampil, dimulai
dengan alat pokok yaitu mesin jahit biasa. Yang dimaksud dengan mesin jahit
biasa ialah mesin yang jalannya sederhana, yaitu hanya dapat menjahit lurus
saja. Bentuk mesin dapat berupa mesin duduk, standar, atau kabinet. Mesin duduk
sudah jarang di pakai baik oleh ibu rumah tangga apalagi di tempat usaha, yang
ada hanya mesin dengan injakan kaki, atau mesin yang dioperasikan dengan tenaga
listrik (dynamo).
Latihan
menjahit untuk melatih keterampilan dapat dengan membuat macam-macam contoh
jahitan, berupa sebuah lap jahitan atau fragmen-fragmen, dengan bermacam-macam
jahitan seperti jahitan garis lurus, jahitan melengkung (lingkaran), dan
jahitan empat persegi.
Secara
umum alat jahit terbagi atas dua bagian yaitu alat menjahit pokok dan alat
menjahit tambahan. Alat menjahit pokok terdiri dari: mesin jahit ditambah
alat-alat jahit lain yang dipergunakan untuk menjahit sederhana, sedangkan alat
menjahit tambahan adalah alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan
mempercepat pekerjaan. Jadi penyediaan alat ini selain dari mesin jahit
tergantung dari kebutuhan apakah untuk siswa disekolah atau untuk pengusaha
disebuah usaha busana, dan juga disesuaikan dengan kemampuan dalam hal keuangan
untuk memenuhi kebutuhan alat-alat tersebut, serta keterampilan siswa/karyawan dan
besar kecilnya usaha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbedaan alat jahit
pokok dengan alat jahit tambahan pada keterangan berikut:
a. Alat
menjahit pokok
Dalam
membuat pakaian perlu dipersiapkan paling sedikit alat dan perlengkapan
menjahit seperti mesin jahit, meja kerja, cermin, strika, papan strika, kotak
jahit yang diisi dengan pita ukuran (cm) tali pengikat, gunting, rader, karbon
jahit, jarum jahit, jarum pentul alat-alat tulis, karbon jahit dan lain sebagainya.
b. Alat-alat
menjahit tambahan
Alat-alat
menjahit tambahan yang kita perlukan tergantung pada macam dan banyaknya
jahitan yang akan dikerjakan. Alat tambahan ini selain dapat menghemat waktu
juga dapat memberikan hasil yang lebih baik seperti: alat tambahan untuk
hiasan-hiasan pakaian dengan mesin serbaguna. Kita dapat menggunakan alat
tersebut untuk menghiasi pakaian luar maupun pakaian dalam, pakaian anak dan
pakaian bayi maupun lenan rumah tangga.
Alat
menjahit tambahan yang terkelompok kepada
mesin, alat potong dan alat mengukur, sepatu-sepatu mesin dan alat lain
yang dapat dimasukkan sebagai alat menjahit tambahan adalah sebagai berikut:
1. Macam-macam
mesin jahit: yaitu mesin jahit khusus dan mesin jahit serba guna, mesin jahit lurus dan zig zag,
2. Macam-macam
gunting seperti gunting rumah kancing, gunting bordir, gunting zig-zag, gunting
tiras, gunting listrik, gunting jelujur dan gunting benang,
3. Macam-macam
pengukur yaitu: pengukur lebar klim, pengukur panjang rokMacam-macam mistar
atau rol, mistar lengkung pendek, lengkung panjang, siku-siku,
4. Macam-macam
sepatu mesin: sepatu pengelim, sepatu tutup tarik, sepatu kancing dsb,
5. Macam-macam
alat pres dan :alat pembuat gesper dan kancing bungkus,
6. Cemin
diperlukan untuk dapat melihat pakaian yang sedang di pas tingginya hendaklah
setinggi dari ujung kepala sampai ujung kaki dan lebarnya minimal 50 cm.
G.
Penyelesaian
(Finishing)
Finishing
adalah kegiatan penyelesaian akhir yang meliputi pemeriksaan (inspection),
pembersihan (triming), penyetrikaan (pressing) serta melipat dan mengemas.
Tujuannya adalah agar pakaian yang dibuat terlihat rapi dan bersih. Kegiatan
ini dilakukan setelah proses menjahit dengan mesin.
Pemeriksaan
atau inpection merupakan kegiatan yang menentukan kualitas dari hasil jahitan. Pada
kegiatan pemeriksaan ini dilakukan pembuangan sisa-sisa benang dan pemeriksaan
bagian-bagian busana apakah terdapat kesalahan dalam menjahit atau
ketidakrapian dari hasil jahitan seperti ada bagian yang berkerut, ada bagian
yang tidak terjahit atau ada bagian-bagian busana yang tidak rapi. Setelah
dilakukan pemeriksaan ini, dilakukan pemisahan pakaian yang hasilnya baik dan
yang tidak baik. Kualitas pakaian yang tidak baik biasanya dikembalikan ke
bagian produksi untuk diperbaiki.
Langkah
selanjutnya adalah pembersihan (trimming). Kegiatan ini dilakukan khusus di
bagian quality control yang mana sisa-sisa benang dibuang dan pelengkap pakaian
seperti kancing dan perlengkapan lainnya dipasangkan. Pakaian yang sudah
dibersihkan dilanjutkan ke bagian penyetrikaan (pressing). Penyetrikaan yang
dimaksud merupakan penyetrikaan akhir sebelum pakaian dipasang label dan
dikemas. Pressing ini bertujuan untuk menghilangkan kerutan-kerutan dan
menghaluskan bekas-bekas lipatan yang tidak diinginkan, membuat lipatan-lipatan
yang diinginkan, menambah kerapian dan keindahan pada pakaian serta untuk
memberikan finis akhir pada pakaian setelah proses pembuatan. Penyetrikaan ini
ada yang menggunakan setrika uap dan ada juga yang menggunakan mesin khusus
pressing. Menyetrika merupakan pekerjaan yang harus dilakukan dengan sangat
hati-hati karena beresiko tinggi.Untuk itu, suhu perlu diatur sesuai dengan
jenis bahan seperti linen, katun, wol, sutera, dan lain-lain. Disaat melakukan
pressing perlu dilakukan pengontrolan seperti tingkat kerataan bahan dan
lapisan serta hasil pressing jangan sampai berkerut atau tidak rata. Pakaian
yang sudah selesai di press barulah dipasang label dan dikemas.
Pekerjaan
lain dalam penyelesaian atau finishing yaitu memasang kancing; membersihkan
sisa benang; memeriksa jahitan, apakah sudah tepat pada garis pola, jahitan
tidak berkerut, serta jarak setikan sudah tepat; pemeriksaan cacat, apakah
kotor atau ternoda minyak mesin, atau mengalami kerusakan selama proses menjahit.
Setelah itu dilakukan pengemasan busana sebelum diserahkan kepada konsumen atau
pemesan.
Penyempurnaan
pakaian setelah pengepresan sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas yang
diinginkan adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Membersihkan
sisa-sisa benang, sisa benang dan dibersihkan (dipotong), bekas jelujuran
dibuka dan diperiksa apakah masih ada tiras-tiras yang tidak dirapikan atau
diobras dan belum rapi,
2. Memeriksa
jahitan apakah jahitannya sudah tepat pada garisnya, sudah datar, tidak
berkerut atau jarak setikan sudah sesuai dan apakah setiap ujung jahitan sudah
dimatikan. Bila ada yang belum memenuhi standar perlu diperbaiki,
3. Pemeriksaan
cacat apakah ada kotor atau ternoda minyak mesin, kalau ada perlukah diadakan
pencucian dan kalau dicuci dengan apa dicuci apakah cukup dengan sabun atau
perlu dengan obat-obat pembersih. Bila ternoda oleh minyak mesin dapat
dihilangkan dengan menaburkan bedak
pouder tepat pada noda dan dibiarkan beberapa jam, nanti minyak akan diserap
oleh bedak, untuk menghilangkan noda bedak perlu dicuci. Apakah dicuci dengan
sabun saja atau memakai obat. Jika memakai obat perlu disesuaikan dengan asal
bahan seperti katun putih dapat dipakai pemutih dan bila katun bewarna atau
batik dilarang memakai pemutih karena akan mengakibatkan warnanya tidak rata
lagi.
BAB
3
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Tempat
kerja masing-masing siswa hendaklah selalu tertata dengan teratur, mengingat
tempat ini selalu digunakan setiap harinya dalam melaksanakan proses suatu
pekerjaan. Pada prinsipnya perencanaan marker ini ditujukan untuk mendapatkan
efisiensi marker yang besar. Rumus efisiensi marker adalah, jumlah luas seluruh
pola pada marker dibagi dengan luas keseluruhan marker dikalikan 100 %.
Tujuan
pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian-bagian busana sesuai dengan
desain busana yang dibuat. Hasil pemotongan yang baik, adalah pemotongan yang
tepat dan tidak terjadi perubahan bentuk (hasil pemotongan sesuai dengan bentuk
pola). Proses pemotongan kain menjadi bagian-bagian busana yang sesuai dengan
bentuk pola, adalah hasil dari pemotongan dengan menggunakan alat potong yang
tajam dan alat yang digunakan disesuaikan
dengan ketebalan bahan. Ketebalan tumpukan kain yang akan dipotong
disesuaikan dengan kapasitas mesin potong. Setelah bahan dipotong lalu diberi
tanda. Alat memberi tanda yang digunakan disesuaikan dengan jenis bahan. Lalu
dilakukan penjahitan, alat jahit yang digunakan adalah alat yang baik dan siap
pakai. Jika menggunakan alat jahit yang tidak baik, maka hasilnya juga
mengecewakan.
Finishing
adalah kegiatan penyelesaian akhir yang meliputi pemeriksaan (inspection),
pembersihan (triming), penyetrikaan (pressing) serta melipat dan mengemas.
Tujuannya adalah agar pakaian yang dibuat terlihat rapi dan bersih. Kegiatan
ini dilakukan setelah proses menjahit dengan mesin.
DAFTAR
PUSTAKA
Ernawati,
dkk (2008). Tata Busana untuk SMK Jilid 3. Bab IX “Memotong, menjahit, penyelesaian (cutting, sewing, finishing)”.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: 2008.
0 comments:
Post a Comment